Senin, 01 Oktober 2012

1 Heart 3 Boys (Bagian 1 Part VI)



Rumah yang ada di hadapan Rei benar-benar menakjubkan. Terlihat jelas dari warnanya yang kontras, putih, melambangkan kemegahan. Apalagi konstruksinya, tiga tingkat bho! Tamannya luas, ditumbuhi banyak sekali bunga-bunga yang berwarna-warni. Kebanyakan sih, bunga anggrek. Mau jualan kali ya, hehehe.
Begitu Rei masuk ke dalam rumah, ia tambah kagum, sampai tidak sadar kalo mulutnya terbuka. Awas Rei, ada lalat masuk!
Perabotan di rumah itu benar-benar tertata apik. Sebagian terbuat dari marmer dan sebagian lagi terbuat dari keramik China. Di lemari raksasa yang ada di dinding sebelah kanan ruang tamu, berderet bermacam-macam kristal. Kayaknya, selain hobi berkebun, Tante Sonia pasti mengkoleksi kristal. Habis, banyak banget benda mengkilap itu.
“Hai” Seorang anak kecil menyapa Rei dengan ramah. Ini pasti Nuri. Tante Sonia memang sudah bercerita banyak tentang keluarganya, sehingga Rei tau.
“Hai. Kamu pasti Nuri?” Rei berusaha terlihat lembut dan baik kepada anak kecil itu. Maklum, pandangan pertamakan harus menggoda. Selanjutnya… terserah anda. Kok jadi iklan, ya?
Memasuki ruang keluarga, tampaknya tidak ada perubahan dalam tatanan ruangannya, masih mewah dan megah. Hanya saja di tambah sebuah TV Flat berukuran raksasa, DVD plus rak koleksi film, tape recorder, dan tak lupa sepasang sound yang gede-gede di pinggirnya.
Di pojok kiri ada sebuah sofa lengkap dengan telepon wereless, yang kini di pegang oleh seorang anak perempuan berambut panjang. Tampangnya agak mirip dengan Tante Sonia. Begitu ia melihat Rei, mimik mukanya langsung berubah, seperti mengisyaratkan kebencian. Namun Rei tidak merasa terganggu.
“Sinta, kenalkan, ini Rei! Yang Mama ceritakan kemarin” Tante Sonia memperkenalkan Rei pada anaknya yang kedua.
Anak yang bernama Sinta itu tetap duduk di kursi, setelah menutup teleponnya.
“Hai, aku Rei” Rei mendekati Sinta dan memperkenalkan dirinya secara langsung, dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Tak lupa iapun mengulurkan tangan kanannya pada Sinta.
Rei berharap, mimik muka anak itu akan berubah. Namun malah sebaliknya, ia bahkan tidak membalas uluran tangan Rei, dan semakin menunjukan kebenciannya kepada Rei. Namun Rei tetap tenang dan sabar. Sinta kemudian melangkahkan kakinya menuju tangga, yang segera dihentikan oleh mamanya.
“Sinta! Kamu jangan seperti itu. Tidak sopan!” Bentak Tante Sonia.
“Ma, dari kemarin aku udah bilang kalo aku gak suka Mama bawa anak pungut itu kemari!” Jawab Sinta sambil menunjuk pada Rei.
Hati Rei sakit sekali di sebut sebagai anak pungut. Emang uang, di pungut di jalan. Rei kan dijemput dari rumah. Weee!!!
“Sinta! Jaga omongan kamu! Mulai sekarang, Rei akan menjadi kakak kamu!” Tante Sonia terlihat kesal sekali atas kelakuan anaknya.
“Terserah Mama deh. Yang pasti aku sama Kak Gian gak terima dia tinggal di sini. Apalagi menganggapnya kakak!” Sinta kemudian menatap Rei seperti meremehkan. Kemudian ia berlari menaiki anak tangga.
“Maafkan Sinta ya, Rei! Dia memang begitu” Tante Sonia mencoba menghibur Rei.
“Tidak apa-apa, Tante” Jawab Rei sambil tersenyum pilu. Nasib jadi anak angkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar