Kamis, 01 November 2012

1 Heart 3 Boys (Bagian 1 Part VIII)



Satu minggu sudah Rei tinggal di rumah Oom David. Dan seperti yang telah dijanjikan, Rei diadopsi oleh Oom David dan Tante Sonia. Punya mama dan papa baru nih. Rei senang sekali karena mereka menganggap Rei sebagai anak kandung mereka. Baiiiiik banget. Tapi kedua anaknya, Sinta dan kak Gian masih jutek aja. Kayaknya mereka gak terima kalau Rei tinggal dengan mereka.
Setelah melalui hari-harinya yang kelam, hari ini Rei kembali ceria seperti dulu. Wajahnya telah bersinar kembali (lampu kali) walaupun hari ini dia harus duduk sendiri karena Shasa tidak masuk, sakit. Menjanda deh.
Begitu bel masuk berbunyi, Bu Neni, guru matematika sekaligus wali kelas XI IPA 6 telah siap di depan anak-anak untuk mencekoki deretan angka-angka. Emang enak?
Aneh, kenapa di belakang Bu Neni ada anak cowok, ya? Sejak kapan dia bawa-bawa body guard?
Pertanyaan itu terjawab setelah Bu Neni mengatakan kalau anak itu adalah anak baru pindahan dari singapura.
“Hai. Gue Fatharsya Erdiano Cheraldin, panggil aja Arsya” Anak itupun memperkenalkan namanya di depan kelas.
Rei memperhatikan Arsya sekilas, kemudian ia mengulum senyuman tipis. Tubuh anak ini kira-kira 185 cm, sangat atletis yang menandakan ia suka berolah raga. Rambutnya yang dispy acak-acakan serta garis wajahnya yang terlihat tegas menambah ketampanannya. Tapi sayang, kacamata berframe hitam yang bertengger di hidungnya yang panjang (emang pinokio?), membuat ia terlihat cupu, he…he…he…
“Cowok itu keren ya. Tapi sayang, kacamatanya bikin dia cupu” Bisik seorang anak perempuan dibelakang Rei. Rei menoleh ke anak itu dan tersenyum. Benerkan pikiran Rei?
Begitu Bu Neni mempersilahkannya duduk, Arsya langsung celingukan mencari tempat yang kosong. Ada satu bangku di ujung kiri paling belakang yang kosong, di samping seorang cowok. Namun, ia malah memilih duduk di bangku paling depan yang berhadapan dengannya, di samping seorang cewek mungil.
Rei ingin sekali menolak Arsya untuk duduk di sampingnya, namun terlambat. Arsya sudah duduk dengan nyaman di bangku Shasa yang kosong itu, tanpa basa-basi atau minta izin dulu. Ia malah langsung memperhatikan Bu Neni di depan. Rei jadi gak enak buat ganggu dia.
Setelah Bu Neni keluar kelas, Rei memberanikan diri untuk ngomong sama Arsya. “Eh, maaf ya. Bukannya aku mau ngusir kamu, tapi bangku ini udah ada yang nempatin” Rei sedikit kaku berbicara sama anak baru itu, habis dia serius banget baca komik Fruit Basket.
Setelah beberapa detik anak itu buka mulut juga. “Siapa? Orangnya mana?” Tanya Arsya, masih dengan sikap cueknya.
“Namanya Shasa. Dia lagi sakit, makanya gak masuk” Jawab Rei sedikit kesal. Habis, Arsya bertanya tanpa sedikitpun menoleh padanya. Gak sopan!
“Oh….berarti sekarang ni bangku kosong, dong?” Tanya Arsya kembali, sambil menatap Rei. Wuih, tatapannya tajam juga.
“Iya, tapi…..”
“Daripada bangku ini nganggur, lebih baik gue tempatin dulu!”, ucapnya tegas, memotong perkataan Rei. Iapun kembali membaca komiknya.
Wah, susah nih ngomong sama Arsya, entar malah ribut lagi. Gak lucu kan, kalo bertengkar sama anak baru gara-gara rebutan bangku? Jadi, lebih baik Rei ngalah aja deh. Biarin aja dulu dia duduk di sini. Entar kalo Shasa udah masuk, dia juga bakalan pindah. Eh salah, HARUS PINDAH!

Bersambung