Satu minggu
sudah Rei tinggal di rumah Oom David. Dan seperti yang telah dijanjikan, Rei
diadopsi oleh Oom David dan Tante Sonia. Punya mama dan papa baru nih. Rei
senang sekali karena mereka menganggap Rei sebagai anak kandung mereka. Baiiiiik
banget. Tapi kedua anaknya, Sinta dan kak Gian masih jutek aja. Kayaknya mereka
gak terima kalau Rei tinggal dengan mereka.
Setelah
melalui hari-harinya yang kelam, hari ini Rei kembali ceria seperti dulu.
Wajahnya telah bersinar kembali (lampu kali) walaupun hari ini dia harus duduk
sendiri karena Shasa tidak masuk, sakit. Menjanda deh.
Begitu bel
masuk berbunyi, Bu Neni, guru matematika sekaligus wali kelas XI IPA 6 telah
siap di depan anak-anak untuk mencekoki deretan angka-angka. Emang enak?
Aneh, kenapa
di belakang Bu Neni ada anak cowok, ya? Sejak kapan dia bawa-bawa body guard?
Pertanyaan itu
terjawab setelah Bu Neni mengatakan kalau anak itu adalah anak baru pindahan
dari singapura.
“Hai. Gue Fatharsya
Erdiano Cheraldin, panggil aja Arsya” Anak itupun memperkenalkan namanya di
depan kelas.
Rei
memperhatikan Arsya sekilas, kemudian ia mengulum senyuman tipis. Tubuh anak
ini kira-kira 185 cm, sangat atletis yang menandakan ia suka berolah raga. Rambutnya
yang dispy acak-acakan serta garis wajahnya yang terlihat tegas menambah
ketampanannya. Tapi sayang, kacamata berframe hitam yang bertengger di
hidungnya yang panjang (emang pinokio?), membuat ia terlihat cupu, he…he…he…
“Cowok itu
keren ya. Tapi sayang, kacamatanya bikin dia cupu” Bisik seorang anak perempuan
dibelakang Rei. Rei menoleh ke anak itu dan tersenyum. Benerkan pikiran Rei?
Begitu Bu Neni
mempersilahkannya duduk, Arsya langsung celingukan mencari tempat yang kosong. Ada satu bangku di ujung
kiri paling belakang yang kosong, di samping seorang cowok. Namun, ia malah
memilih duduk di bangku paling depan yang berhadapan dengannya, di samping
seorang cewek mungil.
Rei ingin
sekali menolak Arsya untuk duduk di sampingnya, namun terlambat. Arsya sudah
duduk dengan nyaman di bangku Shasa yang kosong itu, tanpa basa-basi atau minta
izin dulu. Ia malah langsung memperhatikan Bu Neni di depan. Rei jadi gak enak
buat ganggu dia.
Setelah Bu
Neni keluar kelas, Rei memberanikan diri untuk ngomong sama Arsya. “Eh, maaf
ya. Bukannya aku mau ngusir kamu, tapi bangku ini udah ada yang nempatin” Rei
sedikit kaku berbicara sama anak baru itu, habis dia serius banget baca komik
Fruit Basket.
Setelah
beberapa detik anak itu buka mulut juga. “Siapa? Orangnya mana?” Tanya Arsya,
masih dengan sikap cueknya.
“Namanya Shasa.
Dia lagi sakit, makanya gak masuk” Jawab Rei sedikit kesal. Habis, Arsya
bertanya tanpa sedikitpun menoleh padanya. Gak sopan!
“Oh….berarti sekarang
ni bangku kosong, dong?” Tanya Arsya kembali, sambil menatap Rei. Wuih,
tatapannya tajam juga.
“Iya, tapi…..”
“Daripada
bangku ini nganggur, lebih baik gue tempatin dulu!”, ucapnya tegas, memotong
perkataan Rei. Iapun kembali membaca komiknya.
Wah, susah nih ngomong sama Arsya, entar malah ribut
lagi. Gak lucu kan,
kalo bertengkar sama anak baru gara-gara rebutan bangku? Jadi, lebih baik Rei
ngalah aja deh. Biarin aja dulu dia duduk di sini. Entar kalo Shasa udah masuk,
dia juga bakalan pindah. Eh salah, HARUS PINDAH!